Revitalisasi makna ukhuwah
Islamiyah tersebut merupakan sebuah pencerahan terutama ketika jaman ini sudah
didominasi oleh sikap radikal dan agresif meski itu dalam bidang agama dan
keyakinan. Peristiwa saling menyerang dan merugikan dalam internal agama meski
berbeda paham sudah sangat sering dijumpai di negeri ini, negeri yang katanya
paling religius dan memiliki norma paling halus di antara negeri lain.
Hanya karena berbeda
penafsiran dari ayat Al Qur’an dan Hadits, tak jarang suatu kelompok
menjelek-jelekkan kelompok lain, bahkan sampai keluar kata “kafir dan sesat”.
Tidak hanya sampai itu, kebencian terhadap kelompok lain yang sejatinya masih
seagama itu juga disebarkan ke kalangan awam. Terlebih lagi kebencian terhadap
kalangan agama lain, yang seringkali disertai argumentasi yang berasal dari
fantasi sendiri sehingga menjadi bumbu penyedap yang pada akhirnya virus
kebencian tersebut benar-benar menyebar.
Indonesia, 90% lebih
penduduknya beragama Islam. Kondisi ini membuat Indonesia menajdi negara yang
penduduk Islamnya terbanyak sedunia. Di dalam agama Islam itu sendiri, tidak dapat
dipungkiri dan sudah menjadi sunnatulah, bahwa terdapat bermacam penafsiran
terhadap teks Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam. Pada akhirnya
muncul berbagai paham dan madzhab dalam Islam. Hal ini pun sudah diprediksi
oleh Nabi Muhammad SAW bahwa Islam akan terpecah menjadi 73 golongan (Sunan
al-Tirmîdzî [2565]).
Kondisi yang mustahil untuk
dihindari ini mestinya disikapi dengan bijak, terlebih lagi Islam adalah agama
yang tidak hanya sekedar membuat pengikutnya selamat di akhirat, tetapi juga di
dunia. Islam berasal dari kata “salimu” yang artinya selamat, bahkan Nabi
Muhammad SAW mempertegas orang tidak dikatakan beragama Islam jika orang yang
berada di sekitarnya belum selamat dari mulut, tangan, dan sikapnya. Pemaknaan
ini yang juga mempertegas bahwa Islam adalah rahmat untuk seluruh alam.
Revitalisasi makna Ukhuwah
Islamiyah tersebut seharusnya menjadi spirit baru dalam kehidupan beragama,
sehingga agama menjadi sebuah institusi yang menyejukkan, bukan institusi yang
menebar virus kebencian. Di satu sisi, keteguhan dalam memegang prinsip dan
tafsir yang diyakini adalah penting, tetapi di sisi lain, keteguhan tersebut
tidak menjadi kebenaran ketika disertai dengan sikap memaksa, mengkafirkan,
menyesatkan, dan menyebarkan kebencian. Pada taraf inilah, ukhuwah
(persaudaraan) dengan orang Islam tidak menjadi ukhuwah Islamiyah, ketika
disertai dengan sikap saling merugikan dan mendhalimi. Tetapi, ketika
persaudaraan dengan orang lain meskipun berbeda keyakinan, pada saat itu juga
persaudaraan itu menjadi ukhuwah Islamiyah.
Implementasi dari ukhuwah
Islamiyah ini memang harus benar-benar ditegakkan. Ditegakkan bukan hanya
sekedar simbol dan semboyan. Tetapi juga harus berusaha diinternalisasikan
kepada seluruh orang Islam. Seringkali penulis masih menemui kondisi yang tidak
mencerminkan ukhuwah Islamiyah meskipun sesama orang Islam sendiri. Padahal,
seluruh pimpinan ormas-ormas Islam di Indonesia mencontohkan kerukunan dan
persaudaraan yang tinggi, misalkan antara para petinggi di PBNU dan PP
Muhammadiyah. Pada taraf ini, persaudaraan sudah terjalin dengan baik.
Namun, satu hal yang
tertinggal, bahwa internalisasi nilai ukhuwah Islamiyah tersebut juga harus
sampai pada tingkat “akar rumput”, misalkan tingkat desa. Hal yang seringkali
terjadi adalah pada tingkat atas sudah dapat mengimplementasikan ukhuwah
Islamiyah dengan baik sedangkan pada tingka “akar rumput” belum mampu
melaksanakannya. Kondisi ini harus menjadi perhatian khusus.
Selain itu, bagaimana
ukhuwah Islamiyah ini bisa terimplementasikan dengan baik tidak hanya sekedar
ketika bertemu dengan orang yang berlainan pemahaman, tetapi juga ketika tidak
bertemu sekalipun. Masih banyak majelis-majelis yang membicarakan kejelekan
saudara Islam dan menjatuhkannya meski hanya persoalan perbedaan pemahaman. Ini
menjadi PR besar untuk semua umat Islam di Indonesia.
Pada konteks eksternal,
ukhuwah Islamiyah inter keyakinan dan agama ini juga masih harus ditingkatkan
demi kemaslahatan. Sikap saling menghargai dan menghormati baik itu ketika
berada “di depan” maupun ketika berada “di belakang” harus lebih ditingkatkan
dengan memahamkan masyarakat bahwa berbeda itu bukan berarti lawan, karena
semua manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki hak asasi dalam beragama.
Sikap ukhuwah ini tentunya tetap disertai dengan sikap keteguhan dan memegang
prinsip dan keyakinan sebagai jati diri beragama.
Dengan demikian, sikap
ukhuwah Islamiyah akan menjadi representasi Islam sebagai rahmat untuk seluruh
alam. Ukhuwah Islamiyah akan merepresentasikan bahwa agama adalah institusi
yang menyelamatkan dan menyejukkan. Pada akhirnya kerukunan dan persaudaraan
pada agama Islam pada khususnya dan Indonesia pada umumnya akan menjadi kuat
dan kokoh. Dengan ukhuwah, umat akan terberdayakan. Dengan ukhuwah, umat akan
mencapai kemaslahatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar