*Unguisasi, Dianggap
Hilangkan Identitas Suku Paser
TANA
PASER – Program unguisasi Pemerintah Kabupaten Paser lagi-lagi
ditentang sekelompok warga. Sebelumnya, penolakan warna ungu diteriakkan oleh
Aliansi Mahasiswa Paser (AMP). Kali ini aksi penolakan datang dari Masyarakat
Adat Paser, gabungan tokoh adat dari 35 Desa/Kampong, 7 ormas, dan 3 lembaga
adat se-Kabupaten Paser.
Aksi penolakan digelar di
dua lokasi, yakni di halaman Pemkab Paser usai Upacara Peringatan HUT Kabupaten
Paser ke-55 , serta di depan Gedung Baling Seloloi DPRD Paser saat Sidang
Paripurna Hari Jadi Paser ke-55.
Dalam orasinya, korlap
aksi, Syukran Amin mengatakan, pihaknya telah bersepakat menolak Perbub No
48/2013 tentang penetapan warna ungu sebagai bagian khazanah lokal Paser.
“Dalam sejarah Suku Paser,
tidak dikenal warna ungu. Kami hanya mengenal warna Lemit (kuning), Mea
(Merah), Buyung (Hitam), dan Bura’ (Putih). Serta warna hijau setelah masuknya
Islam,” katanya, Senin (29/12).
Menurut pria yang merupakan
putra asli Paser Mayang, Perbup 48/2013 merupakan bentuk pengingkaran
pemerintah terhadap sejarah dan adat istiadat suku Paser. “Kami menilai ada
upaya penghilangan identitas asli Suku Paser melalui Unguisasi,” ucap Syukran.
Ada 3 point yang menjadi tuntutan
aksi ini, yakni penolakan terhadap perbub no 48/2013 tentang penetapan warna
ungu, pergantian semboyan “paser buen kesong”, dan pengembalian ciri khas Paser
yang mulai pudar.
Sementara itu, Bupati Paser
HM Ridwan Suwidi mengatakan, ia dan beberapa rekannya membentuk tim untuk
merumuskan lambang Kabupaten Paser.
“Pada tahun 70an saya
membentuk tim dengan beberapa rekan-rekan waktu itu. Daya Taka dan Paser Buen
Kesong itu juga atas usulan dari tim tersebut,” kata Ridwan saat ditemui
peserta aksi.
Dan tak hanya itu saja,
lanjut Ridwan, selama ini tidak ada yang mengenal daerah Paser Belengkong yang
dulunya adalah pusat pemerintahan di wilayah Paser.
“Tidak ada pemerintahan
sebelumnya yang menganggap bahwa Paser Belengkong itu dulunya adalah pusat
pemerintahan, dan semenjak kami yang memerintah, dimulailah pengenalan dan
pelurusan sejarah itu,” ucapnya.
Menurut Ridwan, pihaknya
telah berupaya maksimal melakukan beberapa hal dalam rangka memperhatikan
Sejarah Budaya Paser. “Bangunan di depan keraton di gusur, dan keraton
direnovasi, itulah perhatian maksimal kami terhadap sejarah budaya Paser.
Sedangkan untuk nama Tanah Grogot, konotasinya sedikit negatif, seperti
menggrogoti, makanya kami rubah menjadi Tana Paser,” sebutnya.
Lebih lanjut, Ridwan
mengapresiasi aksi tersebut. “Jadi, aku menghormati yang pian sampaikan, cuma
aku minta ke depannya lembaga Paser kumpul semua. Dan jangan sampai ada yang
menginisiasi perpecahan di antara kita,” tukasnya.
Dari pertemuan
tersebut, terjadi kesepakatan bahwa ada pembicaraan lanjutan terkait tuntutan
aksi pada 14 Januari 2015. Dengan menghadirkan pihak pemerintah, peserta aksi,
serta seluruh tetua-tetua adat, dan ketua lembaga adat di Kabupaten Paser. (sur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar