Jumat, 02 Januari 2015

Warna Ungu Kembali Diprotes

*Unguisasi, Dianggap Hilangkan Identitas Suku Paser
TANA PASER – Program unguisasi Pemerintah Kabupaten Paser lagi-lagi ditentang sekelompok warga. Sebelumnya, penolakan warna ungu diteriakkan oleh Aliansi Mahasiswa Paser (AMP). Kali ini aksi penolakan datang dari Masyarakat Adat Paser, gabungan tokoh adat dari 35 Desa/Kampong, 7 ormas, dan 3 lembaga adat se-Kabupaten Paser.
Aksi penolakan digelar di dua lokasi, yakni di halaman Pemkab Paser usai Upacara Peringatan HUT Kabupaten Paser ke-55 , serta di depan Gedung Baling Seloloi DPRD Paser saat Sidang Paripurna Hari Jadi Paser ke-55.
Dalam orasinya, korlap aksi, Syukran Amin mengatakan, pihaknya telah bersepakat menolak Perbub No 48/2013 tentang penetapan warna ungu sebagai bagian khazanah lokal Paser.
“Dalam sejarah Suku Paser, tidak dikenal warna ungu. Kami hanya mengenal warna Lemit (kuning), Mea (Merah), Buyung (Hitam), dan Bura’ (Putih). Serta warna hijau setelah masuknya Islam,” katanya, Senin (29/12).
Menurut pria yang merupakan putra asli Paser Mayang, Perbup 48/2013 merupakan bentuk pengingkaran pemerintah terhadap sejarah dan adat istiadat suku Paser. “Kami menilai ada upaya penghilangan identitas asli Suku Paser melalui Unguisasi,” ucap Syukran.
Ada 3 point yang menjadi tuntutan aksi ini, yakni penolakan terhadap perbub no 48/2013 tentang penetapan warna ungu, pergantian semboyan “paser buen kesong”, dan pengembalian ciri khas Paser yang mulai pudar.
Sementara itu, Bupati Paser HM Ridwan Suwidi mengatakan, ia dan beberapa rekannya membentuk tim untuk merumuskan lambang Kabupaten Paser.
“Pada tahun 70an saya membentuk tim dengan beberapa rekan-rekan waktu itu. Daya Taka dan Paser Buen Kesong itu juga atas usulan dari tim tersebut,” kata Ridwan saat ditemui peserta aksi.
Dan tak hanya itu saja, lanjut Ridwan, selama ini tidak ada yang mengenal daerah Paser Belengkong yang dulunya adalah pusat pemerintahan di wilayah Paser.
“Tidak ada pemerintahan sebelumnya yang menganggap bahwa Paser Belengkong itu dulunya adalah pusat pemerintahan, dan semenjak kami yang memerintah, dimulailah pengenalan dan pelurusan sejarah itu,” ucapnya.
Menurut Ridwan, pihaknya telah berupaya maksimal melakukan beberapa hal dalam rangka memperhatikan Sejarah Budaya Paser. “Bangunan di depan keraton di gusur, dan keraton direnovasi, itulah perhatian maksimal kami terhadap sejarah budaya Paser. Sedangkan untuk nama Tanah Grogot, konotasinya sedikit negatif, seperti menggrogoti, makanya kami rubah menjadi Tana Paser,” sebutnya.
Lebih lanjut, Ridwan mengapresiasi aksi tersebut. “Jadi, aku menghormati yang pian sampaikan, cuma aku minta ke depannya lembaga Paser kumpul semua. Dan jangan sampai ada yang menginisiasi perpecahan di antara kita,” tukasnya.
Dari pertemuan tersebut, terjadi kesepakatan bahwa ada pembicaraan lanjutan terkait tuntutan aksi pada 14 Januari 2015. Dengan menghadirkan pihak pemerintah, peserta aksi, serta seluruh tetua-tetua adat, dan ketua lembaga adat di Kabupaten Paser. (sur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar